Tuesday, September 10, 2013

Realistic Mathematics Education (RME)



A.  Realistic Mathematics Education (RME)
Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap cenderung memberi tahu konsep/ sifat/ teorema dan cara menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Keadaan demikian mungkin terjadi karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.
Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa hasil belajar siswa merupakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya. Tanggung jawab langsung guru sebenarnya pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang baik (Marpaung,dalam P4TK 2010). Pengalaman belajar akan terbentuk apabila siswa ikut terlibat dalam pembelajaran yang terlihat dari aktivitas belajarnya.
1.      Karakteristik RME
Menurut Treeffers (dalam Suharta, 2003 : 1-5), karakteristik RME adalah menggunakan konteks ‘dunia nyata’ ,model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment).

a)    Menggunakan Konteks ‘Dunia Nyata’
Gambar berikut menunjukan dua proses matematisasi yang berupa siklus di mana ‘dunia nyata’ tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah konstekstual (‘dunia nyata’), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyaringan (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (dalam Suharta, 2003 : 4), sebagai matematisasi konseptual.
Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matemika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari, dikutip dari Cinzia Bonotto (dalam Suharta, 2003 : 4).

b)   Menggunakan Model-model (matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan Formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematika model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematik formal.

c)    Menggunakan produksi dan kontruksi
Streefland (dalam Suharta, 2003 : 4), menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

d)   Menggunakan Interaktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

e)    Menggunakan Keterkaitan (intertwinment)
Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar atau geometri tetapi juga bidang lain.

2.      Prinsip Utama RME
Menurut Asikin (2001 : 2), prinsip utama dalam RME adalah sebagai berikut :
a)   Guided Reinvention Dan Progressive Mathematization
Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri yang sama sebagaimana konsep matematika ditemukan
b)   Didactial Phenomenology
Topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu aplikasinya serta konstribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya
c)    Self Developed Models Peran Self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari matematika informal ke bentuk formal, artinya siswa membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah.
Selain itu Prinsip RME menurut Van den Heuvel–Panhuizen dalam P4TK 2010 adalah sebagai berikut.
a)      Prinsip  aktivitas,  yaitu matematika  adalah aktivitas manusia.  Pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. 
b)      Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.
c)      Prinsip  berjenjang, artinya dalam  belajar matematika  siswa melewati  berbagai jenjang  pemahaman,  yaitu  dari  mampu  menemukan  solusi  suatu  masalah kontekstual  atau  realistik  secara  informal,  melalui  skematisasi  memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. 
d)     Prinsip  jalinan,  artinya  berbagai  aspek  atau  topik  dalam  matematika  jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik.
e)      Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya dalam menyelesaikan suatu  masalah  kepada  yang  lain  untuk  ditanggapi,  dan  menyimak  apa  yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya. 
f)       Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan (re-invention) pengetahuan matematika secara terbimbing.

3.      Penguasaan Materi Ajar Realistic Mathematic Education (RME)
Menurut Putman (dalam Asmin, 2002 : 6-7), tujuan pengajaran matematika adalah pencapaian transfer belajar. Salah satu aspek penting dalam pencapaian transfer belajar matematika itu agar siswa menguasai konsep-konsep matematika dan keterampilan RME sehingga dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah. Dari semua aspek yang telah dikemukakan di atas, tidaklah mengherankan jika dijumpai kenyataan bahwa penguasaan materi ajar RME dari peserta didik masih perlu dikemas dengan lebih menarik. Lebih dari itu, adanya kenyataan bahwa peserta didik tidak mampu menyelesaikan soal atau masalah yang sedikit saja keluar dari kurikulum atau dari buku paket.
Menurut Suharta (dalam Asmin, 2002 : 7), dalam pengajaran matematika realistik, dibutuhkan upaya (1) penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif, artinya pembelajaran matematika realistik harus diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika ;(2) fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan masalah matematika realistik harus menetapkan aspek aplikasi dan mempertimbangkan pengaruh proses dari matematisasi progresif; (3) mengmbangkan model-model sendiri, artinya pemecahan masalah matematika realistik harus mampu dijembatani melalui pengembangan model-model yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit menuju situasi abstrak, atau model yang diciptakan sendiri oleh  siswa untuk memecahkan masalah, dapat menciptakan kreasi dalam keprbadian siswa melalui aktifitas di bawah bimbingan guru.

4.      Pertimbangan Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Pembelajaran matematika menggunakan realistik sebagai satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan. Meskipun tak ada cara yang terbaik dalam pembelajaran ataupun cara belajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Entwistle (dalam Suherman, 2003 : 150), “There can be no ‘right’ way to study or ‘best’ way to tech…”.
Menurut Mustaqimah (dalam Asmin, 2002 :10) keunggulan Realistic Mathematics Education adalah sebagai berikut :
1) karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak mudah lupa denganpengetahuannya ;
2)      suasana dalam proses pembelajaran ; menyenangkan karena manggunakan realitas kehidupan ;
3)      siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya ;
4)      memupuk kerjasama dalam kelas ;
5)      melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya ;
6)      melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat
7)      pendidikan berbudi pekerti, misalnya : saling kerjasama dan menghormati teman yang sedang berbicara.
Dikaitkan dengan prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, berikut ini merupakan rambu-rambu penerapannya, (Suherman, 2003 : 151) :
1)   bagaimana “guru” menyampaikan matematika kontekstual sebagai starting point pembelajaran ?
2)   bagaimana “guru” menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi agar prosedur, algoritma, symbol, skema dan model, oleh siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal?
3)   bagaimana “guru” memberi atau mengarahkan kelas, maupun individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya sendiri dalam menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem kontekstual, sehingga tercipta berbagai macam pendekatan, atau model penyelesaian, atau algoritma ?
4)   bagaimana “guru” membuat kelas bekerja secara interaktif sehingga interaksi diantara mereka antara siswa dengan siswa dalam kelas kecil, dan antara anggota-anggota kelas dalam presentasi umum, serta antara siswa dan guru?
5)   bagaimana “guru” membuat jalinan antara topik dengan topik lain, dan antara satu simbol dengan simbol lain di dalam rangkaian topik matematika ?
Sebuah laporan penelitian terhadap implementasi pembelajaran matematika berdasarkan realistik mengatakan bahwa :
1)   sekurang-kurangnya telah mengubah sikap siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika ;
2)   pada umumnya siswa menyenangi matematika dengan pendekatan pembelajaran yang diberikan dengan alasan cara belajarnya berbeda (dari biasanya), pertanyaan-pertanyaannya menantang, adanya pertanyaan-pertanyaan tambahan sehingga menambah wawasan, lebih mudah mempelajarinya karena persoalannya menyangkut kehidupan sehari-hari, di kutip dari Turmudi (dalam Suherman, 2003).
Beberapa rekomendasi hasil studi tersebut antara lain mengingat bahwa tidak ada cara belajar dan mengajar yang terbaik, dikutip dari Nisbet (dalam Suherman, 2003 : 452), maka pendekatan realistik perlu dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika.

5.      Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik
Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke ‘situasi informal’ , Misalnya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru dikenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan RME) di mana siswa sejak awal sudah dicekcoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.
Jadi, Pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.

RME di sekolah dapat dideskripsikan sebagai berikut :
a.    Guru menyiapkan 1 atau 2 soal realistik (ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari) yang akan dikerjakan siswa secara informal atau coba-coba (karena langkah penyelesaian formal unutk menyelesaikan soal tersebut belum diberikan) ;
b.    Guru mengumpulkan hasil pekerjaan siswa ;
c.    Guru mengoreksi hasil pekerjaan siswa dengan berprinsip pada penghargaan terhadap keseragaman jawaban siswa dan konstribusi siswa;

d.   Guru dapat menyuruh beberapa siswa untuk menjelaskan temuannya di dalam kelas;

Dengan tanya jawab, guru baru menunjukan langkah formal yang diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Bisa didahului dengan penjelasan tentang materi pendukungnya, (Suyitno, 2004 : 37).

Sumber :
- Suharta, Putu Gusti I .2003. Matemtika Realistik : Apa dan bagaimana?.Singaraja: FMIPA IKIP Negeri Singaraja.
- Asikin, M. 2002. RME Prospek dan Alternatif Model Pembelajarannya. Makalah seminar disajikan dalam seminar Nasional Matematika di Jurusan matematika. Semarang: FMIPAUNNES 
- P4TK Matematika. 2010. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik di SMP. Yogyakarta  

Asmin. 2002. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan kendala yang muncul di lapangan.Medan: FMIPA Universitas Negeri Medan.  Teredia di:http://www.depdiknas.go.id/jurnal/44/asman.html
- Suherman, E dkk.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FMIPA UPI.

- Suyitno, A. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika. Semarang : Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Tim PPPG matematika, 2005. Mater  Pembinaan Matematika SMP di Daerah Tahun 2005. Yogyakarta : Depdiknas.  

No comments:

Post a Comment